Kalau berbicara tentang cinta (terhadap lawan jenis), saya mungkin termasuk orang terbodoh kalau menjadi narasumbernya. Kata itu masih asing bagi telinga saya, masih tak jelas bagi mata saya, dan masih buram bagi akal saya. Bahkan sampai umur saya sekarang telah menginjak 20 tahun, saya masih merasa aneh dengan kata tersebut. Tapi, bukan berarti saya tidak pernah mengalami gejolak cinta, karena menurut saya rasa cinta itu adalah fitrah yang telah dianugrahkan oleh Sang Pencipta kepada seluruh makhluq-Nya. Hanya yang jadi masalah adalah saya tidak (cat : belum!) mendapatkan cinta yang sesungguhnya. Yang pernah saya dapatkan hanyalah cinta monyet, hanya main-main. insyaAllah saya akan berbagi cerita.
Perjalanan ini bermula ketika saya masih SD kelas 4. awalnya saya tidak mengerti apa yang terjadi pada saya pada saat itu. Setiap kali saya bertemu dengan dia, dada saya berdegup kencang sekali, hingga kalau orang ada di samping saya, ia mungkin bisa mendengar gegupan tersebut. Tahu nggak saya siapakah bidadari yang telah menghanyutkan saya? Dia adalah kakak kelas saya sendiri!
Gadis hitam manis ini mempunyai inisial IP. Ketertarikan saya bermula pada saat kami sama-sama mewakili Kalimantan Selatan dalam Festival Teater Anak-Anak, Jakarta. Untungnya gayung bersambut. Itulah pertama kalinya saya menyatakan suka kepada lawan jenis! Tapi yang namanya anak kecil, tetaplah anak kecil.Setelah ia lulus SD,cerita indahnya pun berlalu bagai angin pergi entah kemana
Kemudian waktu saya duduk di kelas 6 SD, tanpa saya sangka-sangka, ada seorang perempuan yang suka sama saya. Inisialnya adalah RN. Ia dari kelas 6b (saya kelas 6a).Pada saat itu ia tidak langsung memberitahukan kepada saya kalau ia suka, ia minta kepada kawannya untuk memberitahukan hal tersebut. Pada saat itulah saya merasa bahwa saya adalah orang tampan sedunia!
Anehnya, saya menolak dia. Alasannya karena saya memang tidak suka dia. Padahal RN termasuk gadis yang mempunyai wajah cantik. Banyak murid-murid lain suka padanya. Tapi mungkin saya adalah pengecualian. Setelah penolakan, hari-hari pun berlalu. Entah kenapa saya jadi malah suka dia. Betapa ruginya saya ketika mengingat penolakan yang saya lakukan dulu. Ketika saya mencoba untuk mendekatinuya, yang saya dapatkan hanya pandangan sinis! Mengerikan! Ah! Perempuan memang sukar untuk dimengerti! Atau saya yang bodoh?
Cerita berlanjut di bangku SMP tahun pertama. Inisialnya adalah AR. Awalnya tak ada yang istimewa, kecuali teman-teman saya yang suka menjodoh-jodohkan (mengolok-olok) saya dengan dia. Saya sih cuek aja. AR pun tak menanggapinya, karena ia tahu bahwa semua itu tak benar.
Pada dasarnya AR adalah tipe gadis yang biasa-biasa saja. Badannya Tidak terlalu ideal , agak kurusan. Tapi kalau lihat wajahnya dengan seksama, akan ditemukan sebuah semburat kecantikan yang tersembunyi. Saya paling suka kalau melihat matanya yang jernih, apalagi kalau melihat dia senyum.
Ah! Waktu memang kejam! Karena waktulah saya menjadi suka gadis kalem dan pendiam ini. padahal saya sudah payah untuk tidak menyukainya. Tapi apa daya. Setiap hari saya bertemu, setiap hari saya berbincang-bincang (tentunya masih sebatas teman), setiap hari saya terbuai dengan rasa malunya itu. Akhirnya olok-olokan kawan-kawan saya dulu menjadi karma, saya memang menyukainya!
Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana saya mengungkapkannya? Kami sudah seperti kawan baik. Apakah yang akan terjadi dengan pengakuan tersebut?
Hingga pada suatu hari, ketika di dalam kelas ada kerja kelompok (kebetulan saya dengan AR satu kelompok), iseng-iseng teman saya bertanya kepada saya tentang AR. Tepat di hadapannya, saya memuji-muji ia, mengatakan kalau ia itu gadis tercantik yang pernah saya lihat, dan…dan…saya menyukainya! Apa reaksi AR? Ia malah senyum-senyum sambil menjelaskan bahwa saya Cuma bercanda. Ah! Rupanya ia menyangka kalau saya main-main. Dengan jantan, saya meyakinkan ia (dan seluruh anggota kelompok) kalau saya pada saat itu tidak main-main dengan perkataan tersebut. Matanya terbelalak mendengar pengakuan tersebut. Selanjutnya, ia malah lari keluar tanpa mengindahkan panggilan saya.
Hari-hari selanjutnya menjadi hari terburuk bagi saya. AR tak pernah lagi menghiraukan saya. Ternyata saya telah menghancurkan persahabatan yang telah kami bangun. Ia lebih senang menganggap saya sahabat, tak lebih dari itu.
Akhirnya saya menarik kembali pengakuan saya tersebut dan meminta ia agar kembali menjadi sahabat saya. Keaadaan pun kembali menjadi normal. Kepaksa dech! Padahal saya benar-benar suka sama dia. Saya punya firasat kalau ia mempunyai kelebihan yang tidak disadari oleh Dirinya sendiri dan orang lain. Saya tidak salah! Setelah beberapa tahun berlalu, saya mendengar kalau ia kini telah menjadi model sebuah majalah. (o alah!). walaupun saya tidak pernah lagi bertemu dengan dia semenjak SMP, saya tahu ai pasti telah berubah menjadi seorang gadis cantik, idaman para kaum adam. Hah…(menghela nafas).
Pada saat saya masuk pondok pesantren, hampir semua yang berbau dengan wanita jauh dari saya, kecuali acil (bahasa banjar, artinya bibi) dapur yang hampir setiap hari saya lihat. Hehe.
Hidup kurang lebih enam tahun di dalam pondok yang semuanya dipenuhi laki-laki, membuat insting saya terhadap perempuan menjadi mati suri. Sehingga kalau saya bertemu dengan perempuan, saya pasti akan menundukkan kepala, sangat berbeda ketika saya masih di SMP. Ada baiknya dan ada buruknya. Baiknya, saya terhindar dari maksiat, zina mata, dan saya lebih konsentrasi dalam belajar. Buruknya, saya jadi tidak bisa lagi berbicara dengan perempuan alias gagap! Sempat saya memiliki kawan perempuan (Hanya kawan lho!), tapi ia malah membenci saya karena saya memperlakukan ia seperti saya berteman dengan teman laki-laki!
Itupun berlanjut sampai saya lulus dan pindah ke Brunei Darussalam. Bahkan hampir satu tahun lamanya sejak kelulusan (saat saya menulis cerita ini), saya masih sulit berkomunikasi dengan wanita. Maka jangan salah yang sampai saat ini saya masih belum punya pacar. Haha! Saya jadi mau bertanya, emang pacaran itu wajib? Tidak bukan?
Banyak kawan saya yang bertanya (bahkan menghina!), kenapa sampai saat ini saya belum mempunyai girlfriend. Yap! Banyak alasan yang bisa saya ungkapkan. Tapi yang pastinya, saya masih memerlukan waktu untuk bisa berkomunikasi dengan perempuan, bukan berarti saya hanya bermaksud mencari ehem ehem, namun lebih kepada arti yang luas, yaitu komunikasi yang terhalang. Apa jadinya kalau saya tidak bisa berkomunikasi dengan perempuan sepanjang hidup saya?
Alhamdulillah, saya masih bisa menikmati hidup melajang alias jomblo. Tak ada yang mengganggu pikiran saya, dan saya lebih bisa berkonsentrasi dalam belajar. Tapi kalau yang mau…..boleh juga!haha! gatel lu. Wassalam.
Perjalanan ini bermula ketika saya masih SD kelas 4. awalnya saya tidak mengerti apa yang terjadi pada saya pada saat itu. Setiap kali saya bertemu dengan dia, dada saya berdegup kencang sekali, hingga kalau orang ada di samping saya, ia mungkin bisa mendengar gegupan tersebut. Tahu nggak saya siapakah bidadari yang telah menghanyutkan saya? Dia adalah kakak kelas saya sendiri!
Gadis hitam manis ini mempunyai inisial IP. Ketertarikan saya bermula pada saat kami sama-sama mewakili Kalimantan Selatan dalam Festival Teater Anak-Anak, Jakarta. Untungnya gayung bersambut. Itulah pertama kalinya saya menyatakan suka kepada lawan jenis! Tapi yang namanya anak kecil, tetaplah anak kecil.Setelah ia lulus SD,cerita indahnya pun berlalu bagai angin pergi entah kemana
Kemudian waktu saya duduk di kelas 6 SD, tanpa saya sangka-sangka, ada seorang perempuan yang suka sama saya. Inisialnya adalah RN. Ia dari kelas 6b (saya kelas 6a).Pada saat itu ia tidak langsung memberitahukan kepada saya kalau ia suka, ia minta kepada kawannya untuk memberitahukan hal tersebut. Pada saat itulah saya merasa bahwa saya adalah orang tampan sedunia!
Anehnya, saya menolak dia. Alasannya karena saya memang tidak suka dia. Padahal RN termasuk gadis yang mempunyai wajah cantik. Banyak murid-murid lain suka padanya. Tapi mungkin saya adalah pengecualian. Setelah penolakan, hari-hari pun berlalu. Entah kenapa saya jadi malah suka dia. Betapa ruginya saya ketika mengingat penolakan yang saya lakukan dulu. Ketika saya mencoba untuk mendekatinuya, yang saya dapatkan hanya pandangan sinis! Mengerikan! Ah! Perempuan memang sukar untuk dimengerti! Atau saya yang bodoh?
Cerita berlanjut di bangku SMP tahun pertama. Inisialnya adalah AR. Awalnya tak ada yang istimewa, kecuali teman-teman saya yang suka menjodoh-jodohkan (mengolok-olok) saya dengan dia. Saya sih cuek aja. AR pun tak menanggapinya, karena ia tahu bahwa semua itu tak benar.
Pada dasarnya AR adalah tipe gadis yang biasa-biasa saja. Badannya Tidak terlalu ideal , agak kurusan. Tapi kalau lihat wajahnya dengan seksama, akan ditemukan sebuah semburat kecantikan yang tersembunyi. Saya paling suka kalau melihat matanya yang jernih, apalagi kalau melihat dia senyum.
Ah! Waktu memang kejam! Karena waktulah saya menjadi suka gadis kalem dan pendiam ini. padahal saya sudah payah untuk tidak menyukainya. Tapi apa daya. Setiap hari saya bertemu, setiap hari saya berbincang-bincang (tentunya masih sebatas teman), setiap hari saya terbuai dengan rasa malunya itu. Akhirnya olok-olokan kawan-kawan saya dulu menjadi karma, saya memang menyukainya!
Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana saya mengungkapkannya? Kami sudah seperti kawan baik. Apakah yang akan terjadi dengan pengakuan tersebut?
Hingga pada suatu hari, ketika di dalam kelas ada kerja kelompok (kebetulan saya dengan AR satu kelompok), iseng-iseng teman saya bertanya kepada saya tentang AR. Tepat di hadapannya, saya memuji-muji ia, mengatakan kalau ia itu gadis tercantik yang pernah saya lihat, dan…dan…saya menyukainya! Apa reaksi AR? Ia malah senyum-senyum sambil menjelaskan bahwa saya Cuma bercanda. Ah! Rupanya ia menyangka kalau saya main-main. Dengan jantan, saya meyakinkan ia (dan seluruh anggota kelompok) kalau saya pada saat itu tidak main-main dengan perkataan tersebut. Matanya terbelalak mendengar pengakuan tersebut. Selanjutnya, ia malah lari keluar tanpa mengindahkan panggilan saya.
Hari-hari selanjutnya menjadi hari terburuk bagi saya. AR tak pernah lagi menghiraukan saya. Ternyata saya telah menghancurkan persahabatan yang telah kami bangun. Ia lebih senang menganggap saya sahabat, tak lebih dari itu.
Akhirnya saya menarik kembali pengakuan saya tersebut dan meminta ia agar kembali menjadi sahabat saya. Keaadaan pun kembali menjadi normal. Kepaksa dech! Padahal saya benar-benar suka sama dia. Saya punya firasat kalau ia mempunyai kelebihan yang tidak disadari oleh Dirinya sendiri dan orang lain. Saya tidak salah! Setelah beberapa tahun berlalu, saya mendengar kalau ia kini telah menjadi model sebuah majalah. (o alah!). walaupun saya tidak pernah lagi bertemu dengan dia semenjak SMP, saya tahu ai pasti telah berubah menjadi seorang gadis cantik, idaman para kaum adam. Hah…(menghela nafas).
Pada saat saya masuk pondok pesantren, hampir semua yang berbau dengan wanita jauh dari saya, kecuali acil (bahasa banjar, artinya bibi) dapur yang hampir setiap hari saya lihat. Hehe.
Hidup kurang lebih enam tahun di dalam pondok yang semuanya dipenuhi laki-laki, membuat insting saya terhadap perempuan menjadi mati suri. Sehingga kalau saya bertemu dengan perempuan, saya pasti akan menundukkan kepala, sangat berbeda ketika saya masih di SMP. Ada baiknya dan ada buruknya. Baiknya, saya terhindar dari maksiat, zina mata, dan saya lebih konsentrasi dalam belajar. Buruknya, saya jadi tidak bisa lagi berbicara dengan perempuan alias gagap! Sempat saya memiliki kawan perempuan (Hanya kawan lho!), tapi ia malah membenci saya karena saya memperlakukan ia seperti saya berteman dengan teman laki-laki!
Itupun berlanjut sampai saya lulus dan pindah ke Brunei Darussalam. Bahkan hampir satu tahun lamanya sejak kelulusan (saat saya menulis cerita ini), saya masih sulit berkomunikasi dengan wanita. Maka jangan salah yang sampai saat ini saya masih belum punya pacar. Haha! Saya jadi mau bertanya, emang pacaran itu wajib? Tidak bukan?
Banyak kawan saya yang bertanya (bahkan menghina!), kenapa sampai saat ini saya belum mempunyai girlfriend. Yap! Banyak alasan yang bisa saya ungkapkan. Tapi yang pastinya, saya masih memerlukan waktu untuk bisa berkomunikasi dengan perempuan, bukan berarti saya hanya bermaksud mencari ehem ehem, namun lebih kepada arti yang luas, yaitu komunikasi yang terhalang. Apa jadinya kalau saya tidak bisa berkomunikasi dengan perempuan sepanjang hidup saya?
Alhamdulillah, saya masih bisa menikmati hidup melajang alias jomblo. Tak ada yang mengganggu pikiran saya, dan saya lebih bisa berkonsentrasi dalam belajar. Tapi kalau yang mau…..boleh juga!haha! gatel lu. Wassalam.